1.
Hukum Iddah.
Para ulama sepakat atas wajibnya iddah bagi
seorang perempuan yang telah bercerai dengan suaminya. Mereka mendasarkan
dengan firman Allah pada surah Al Baqarah ayat 228 yang artinya “Wanita-wanita
yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru”
Rasulullah juga pernah bersabda
kepada Fatimah bin Qais Artinya : Beriddahlah kamu di rumah Ummi
Kaltsum.”
2.
Macam-macam
iddah.
1) Iddah karena cerai mati ;
Iddah perempuan yang ditinggal
mati oleh suaminya, yaitu ada dua keadaan, yaitu :
(1) Jika perempuan tersebut
hamil, maka masa iddahnya sampai melahirkan. Hal ini sebagaimana disebutkan
dalam surah Ath-Thalaq ayat 4.
Demikian pula telah disebutkan dalam sebuah Hadits
Rasulullah yang artinya : “Kalau seorang perempuan melahirkan sedang
suaminya meninggal belum dikubur, ia boleh bersuami.”
Tetapi jika tidak hamil, maka masa iddahnya empat bulan
sepuluh hari. Hal ini sebagaimana disebutkan firman Allah pada surah Al Baqarah
ayat 234.
3.
Iddah cerai
hidup.
Perempuan yang dicerai dalam
posisi cerai hidup, dalam hal ini ada keadaan, yaitu :
1). Dalam keadaan hamil
iddahnya sampai melahirkan. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah pada
surah Ath-Thalaq ayat 4 .
2). Dalam keadaan sudah
dewasa (sudah menstruasi) masa iddahnya tiga kali suci. Sebagaimana
disebutkan dalam firman Allah pada surah Al Baqarah ayat 228.
3). Dalam keadaan belum dewasa
(belum pernah menstruasi) atau sudah putus menstruasi (menopause),
iddahnya adalah tiga bulan. Perhatikan pula firman Allah dalam surah Ath Thalak
ayat 4
4.
Iddah bagi
perempuan yang belum digauli, maka baginya tidak mempunyai masa iddah.
Artinya boleh langsung menikah setelah dicerai oleh suaminya. Perhatikan
firman Allah dalam surah Al-Ahzaab ayat 49.
Dalam Kompilasi Hukum Islam, iddah diistilahkan
dengan waktu tunggu. Yang dalam Pasal 153 ayat (2) sampai dengan (6) nya
berbunyi :
(2) Waktu tunggu bagi seorang janda ditentukan sebagai
berikut :
a.
Apabila
perkawinan putus karena kematian, walaupun qabla dukhul, waktu tunggu
ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari.
b.
Apabila
perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih haid
ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh)
hari, dan bagi yang tidak haid ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari.
c.
Apabila
perkawinan putus karena perceraian, sedang janda tersebut dalam keadaan hamil,
waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.
d.
Apabila
perkawinan putus karena kematian sedang janda tersebut dalam keadaan hamil,
waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.
[3] Tidak ada waktu tunggu bagi yang putus perkawinan
karena perceraian, sedang antara janda tersebut dengan bekas suaminya qabla
dukhul.
[4] Bagi perkawinan yang putus karena perceraian,
tenggang waktu tunggu dihitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, sedangkan bagi perkawinan yang putus
karena kematian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak kematian suami.
[5] Waktu tunggu bagi istri yang pernah haid sedang pada
waktu menjalani iddah tidak karena menyusui, maka iddahnya tiga kali waktu
suci.
[6] Dalam hal keadaan pada ayat (5) bukan karena
menyusui, maka iddahnya selama satu tahun, akan tetapi bila dalam waktu satu
tahun tersebut ia berhaid kembali, maka iddahnya menjadi tiga kali waktu suci.”
IV.
EKSISTENSI IDDAH DALAM PERCERAIAN.
Sebagaimana pertanyaan pada bagian terdahulu,
kenapa seorang perempuan yang bercerai dengan suaminya baik karena cerai hidup
atau karena suaminya meninggal dunia diwajibkan beriddah, dan kenapa pula harus
selama itu masa iddahnya. Adanya iddah itu ada beberapa tujuan diantaranya
sebagai berikut :
Menurut Drs. Sudarsono, SH. yaitu :
a.
Bagi suami
merupakan kesempatan/saat berfikir untuk memilih antara rujuk dengan istri;
atau melanjutkan talak yang telah dilakukan.
b.
Bagi istri
merupakan kesempatan/saat untuk mengetahui keadaan sebenarnya; yaitu sedang
hamil atau tidak sedang hamil.
c.
Sebagai masa
transisi.”
Menurut KH. Azhar Basyir, MA. iddah diadakan
dengan tujuan sebagai berikut :
1.
Untuk
menunjukkan betapa pentingnya masalah perkawinan dalam ajaran Islam.
2.
Peristiwa
perkawinan yang demikian penting dalam hidup manusia itu harus diusahakan agar
kekal.
3.
Dalam
perceraian karena ditinggal mati, iddah diadakan untuk menunjukkan rasa
berkabung atas kematian suami bersama-sama keluarga suami.
4.
Bagi
perceraian yang terjadi antara suami istri yang pernah melakukan hubungan
kelamin, iddah diadakan untuk meyakinkan kekosongan rahim.”
Selain apa yang dikemukakan diatas, menurut
penulis adanya iddah itu mempunyai manfaat sebagai berikut :
1.
Iddah dan
kehamilan.
Sebenarnya terjadi perbedaan pengertian diantara para
ulama tentang batas iddah dengan istilah “quru” ini, ada yang
mengartikannya dengan “suci” dan ada pula yang mengartikannya dengan “haid”.
Sehingga dengan pengertian yang berbeda itu dapat mengakibatkan perbedaan lama
beriddah. Quru dengan pengertian suci akan mengakibatkan masa iddah
lebih pendek dari quru dengan pengertian haid.
Diperlukannya iddah bagi perempuan yang bercerai dengan
suaminya, baik karena cerai mati atau hidup, salah satu manfaatnya adalah untuk
mengetahui kekosongan rahim seorang wanita dari kehamilan. Terjadinya kehamilan
ini apabila sperma laki-laki bertemu dan bersama sebuah telur (ovum)
disebabkan adanya hubungan suami istri, sperma laki-laki mampu bertahan selama
48 jam serta telur 24 jam.
Muhammad Ali Akbar menyatakan bahwa “Adakah menakjubkan
mendapati puncak differensiasi sel embrio terjadi pada tahap ini (minggu ke-4
hingga ke-8). Periode ini sangat penting karena masing-masing dari tiga lapisan
primordium menjadi sejumlah jaringan dan organ spesifik. Longman juga
mengatakan “semua organ dan sistem organ utama dibentuk selama minggu keempat
hingga kedelapan. Oleh karena itu, periode ini juga disebut periode
organogenisis. Itulah saat embrio paling rentan terhadap faktor-faktor yang
mengganggu perkembangan dan kebanyakan malformasi kongenital yang terlihat pada
waktu lahir didapatkan asalnya selama periode kritis ini.” Artinya menurut
pemahaman penulis dalam minggu-minggu keempat dan kedelapan inilah saat-saat
embrio terjadi degenerasi atau tidak.
Salah satu indikasi bahwa wanita itu tidak hamil adalah
dengan adanya haid atau menstruasi. Menstruasi dimaksudkan dengan “saat seorang
wanita mengeluarkan darah pada periode tertentu dalam keadaan sehat wal afiat.
Darah tersebut berasal dari lubang uterine.” Dan siklus haid berkisar antara 28
hingga 35 hari. Dengan masa menstruasi berkisar antara tiga hari sampai satu
minggu, dalam hal ini tergantung kondisi wanita tersebut.
Adanya prosesi itu dan mampu melewati masa-masa kritis,
sekaligus jika dikaitkan dengan masa iddah selama 3 bulan atau tiga kali suci,
sehingga dengan masa selama itu dapat dipastikan bahwa rahim seorang perempuan
kosong dari benih kehamilan. Artinya dengan iddah selama itu, maka bisa
dipastikan bahwa seorang wanita yang dicerai oleh suaminya, baik karena cerai
hidup atau karena suaminya meninggal dunia tidak dalam keadaan hamil, dan hamil
akan mengakibatkan kelahiran manusia (anak). “Manusia dibentuk oleh penyatuan
gamet jantan (sperma) dan gamet betina (ovum) membentuk sebuah sel
yang disebut zigot. Zigot di dalam Al Qr’an disebut nutfah amsyaj
yang terbentuk dari perpaduan dan percampuran nutfah jantan dan nutfah
betina.”. Dengan diketahuinya kekosongan rahim itu, maka status anak yang akan
dilahirkan oleh seorang perempuan setelah akan jelas atau akan memperjelas
status ayah bagi janin yang ada pada rahim seorang wanita, yang pada akhirnya
akan mempertegas status nasab anak.
Allah berfirman dalam surah Ar-Ra’du ayat 8 yang
artinya : Allah mengetahui apa yang dikandung oleh perempuan, dan kandungan
rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan segala sesuatu pada sisiNya
ada ukurannya.
2.
Iddah
sebagai masa berkabung.
Bagi para wanita yang ditinggal oleh suaminya mati, wajib
baginya berkabung. “Para ulama mazhab sepakat atas wajibnya wanita yang
ditinggal mati suaminya untuk melakukan (hidad) berkabung, baik itu
wanita itu sudah lanjut usia maupun masih kecil, muslimah maupun non muslimah.
Kecuali Hanafi, mazhab ini mengatakan bahwa wanita zimmi dan masih kecil tidak
harus menjalani hidad sebab mereka tidak dikenai kewajiban (gairu
taklif).
Islam membatasi masa berkabung atau meratapi atas
meninggalnya seseorang. Bagi orang lain selain istri atau suami masa berkabung
dibolehkan hanya 3 hari, namun bagi istri batas maksimal adalah 4 bulan
sepuluh hari.
Dalam agama Hindu lebih panjang lagi, sebagaimana
disebutkan, “Dalam agama seperti agama Hindu dan Jainisme. Janda tidak
diizinkan menikah lagi, sekalipun andaikan suaminya tak lama setelah
perkawinannya, dia harus tetap menjanda sepanjang hayatnya, menanggung celaan
dari mertua dan iparnya. Pertama-tama dia dianggap bertanggungjawab atas
kematian suaminya. Diyakini dia yang menimbulkan penyakit yang menimbulkan
suaminya meninggal.”
Karena masa berkabung sekaligus dijadikan sebagai masa
iddah selama empat bulan sepuluh hari itu, untuk ukuran orang-orang
tertentu cukup lama. Karena secara naluriah, manusia senantiasa membutuhkan
lawan jenisnya untuk selalu bersama. Begitu pula wanita normal tentunya
membutuhkan lawan jenisnya untuk mendapatkan perlindungan dari laki-laki,
karena wanita dianggap sebagai makhluk yang lemah, selain itu juga wanita
memerlukan pemenuhan kebutuhan biologis dari lawan jenisnya, dan itu hanya bisa
didapatkan jika ia melakukan pernikahan kembali, begitu pula wanita tersebut
dapat menentukan arah kehidupannya serta tidak ingin larut dalam kedukaan yang
berkepanjangan. Sehingga wajar jika ia diberi kesempatan untuk menikah lagi
demi masa depannya. Begitu juga terhadap kehidupan anak-anak yang ditinggalkan
oleh bapaknya meninggal dunia, juga memerlukan perlindungan, pengayoman,
pendidikan ataupun juga bantuan yang mungkin dapat diperoleh dari suami ibunya
yang baru.
3. Iddah sebagai saat strategis bagi pihak-pihak dan saat berpikir
yang baik untuk dapat rujuk kembali.
Apabila seseorang bercerai dengan suami atau istrinya, maka ia akan
merasakan adanya berbagai perubahan dalam kebiasaan hidupnya. Sebelumnya
seorang laki-laki senantiasa dilayani, tetapi ketika ia berpisah dengan
istrinya, kebiasaan-kebiasaan itu tidak didapatkan atau ditemukannya lagi,
begitu pula bagi perempuan yang dicerai oleh suaminya. Sehingga saat-saat
inilah yang dapat digunakan untuk berpikir keras, menimbang-nimbang buruk
baiknya bercerai itu.
Seorang janda dapat lebih leluasa menyatakan kemauannya
untuk bisa kawin lagi, karena dalam hal ini janda lebih berhak atas dirinya
sendiri
Terhadap adanya perceraian, janda juga perlu memikirkan
positif dan negatifnya rujuk kembali. Baik pengaruhnya terhadap dirinya
sendiri, anak-anak, keluarga, kerabat, handai-taulan, dan lain-lain. Dampak
negatif tentunya perlu ditekan semaksimal mungkin.
Adanya iddah merupakan kesempatan untuk berpikir lebih jauh, serta
diharapkan dengan masa itu, pasangan suami istri yang bercerai akan menemukan
jalan yang terbaik untuk kehidupan mereka selanjutnya.
Terhadap pihak ketiga yang berkepentingan dengan
kelanggengan pasangan suami istri itu, juga masih mempunyai waktu atau
kesempatan untuk melakukan intervensi, memberikan nasehat-nasehat atau saran
agar rumah tangga suami istri itu bisa rukun kembali sebagaimana sediakala dengan
memberikan alternatif yang dapat menggugah suami istri yang bercerai itu agar
bisa rukun kembali. Nasehat yang demikian sangat dianjurkan dalam Islam.
Perhatikan firman Allah dalam surah Al-Ashr ayat 3.
4. Iddah sebagai ta’abbudi kepada Allah.
Selain tujuan-tujuan iddah sebagaimana diungkapkan diatas, pelaksanaan
beriddah juga merupakan gambaran tingkat ketaatan makhluk kepada aturan
Khaliknya yakni Allah. Terhadap aturan-aturan Allah itu, merupakan kewajiban
bagi wanita muslim untuk mentaatinya.
Apabila wanita muslim yang bercerai dari suaminya, apakah karena cerai
hidup atau mati. Disana ada tenggang waktu yang harus dilalui sebelum menikah
lagi dengan laki-laki lain. Kemauan untuk mentaati aturan beriddah inilah
yang merupakan gambaran ketaatan, dan kemauan untuk taat itulah yang didalamnya
terkandung nilai ta’abbudi itu. Pelaksanaan nilai ta’abbudi ini selain akan
mendapatkan manfaat beriddah sebagaimana digambarkan diatas, juga akan bernilai
pahala apabila ditaati dan berdosa bila dilangar dari Allah SWT.
0 komentar:
Post a Comment